Jombang Lacakjejak.id – Penyidik Polres Jombang diduga menghilangkan berkas laporan korban kasus penipuan dan penggelapan sebesar Rp.146 juta, yakni korban atas nama RAS alias Wawan (28 tahun) warga Kecamatan Perak Kabupaten Jombang,
Dirinya mengeluhkan penanganan kasus pidana yang telah dilaporkannya, ke anggota Satreskrim yang sedang piket saat itu atas nama Bripda BHA yang telah menerima laporannya tertanggal 25 November 2022, kemudian selang dua bulan, kasus penipuan dan penggelapan yang dialaminya tidak kunjung ada perkembangan penyelidikan, justru korban bersama pengacara yang lama atas nama Angga Kurniawan mendapatkan panggilan lewat Whatsapp oleh Bripda BHA, bahwa seluruh berkas laporan yang pertama hilang (bukti screenshot chatt dengan penyidik-red) dan dianjurkan membuat laporan baru lagi tertanggal 19 Januari 2023.
“Saya dipanggil lagi bersama pengacara lama Mas Angga Kurniawan. Ini ada bukti screenshot penyidik atas nama Bripda BHA, kalau berkas laporan saya yang pertama hilang, makanya ini terbit lagi laporan yang kedua dengan materi yang sama. Saya terpaksa menyiapkan berkas-berkas alat bukti lagi,” keluh Wawan kepada sejumlah awak media.
Ironisnya lagi, lanjut Wawan didampingi Kuasa Hukum yang baru, Beny Hendro Yulianto, usai menghilangkan berkas laporan, penanganan kasus penipuan dan penggelapan dengan terlapor berisial ANEM (27 tahun) bersama Ibunya bernama NM (49 tahun) warga Desa Sonoageng Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk, justru ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Jombang. Bukan ditangani Unit Pidana Umum (Pidum). Penanganan kasus pidum oleh Unit PPA mengindikasikan dugaan diskriminasi penanganan dan ketidakseriusan penyidik. Sebab Unit Pidum yang tupoksinya Lex Specialis menjadi rancu saat menangani kasus murni pidana umum penipuan dan penggelapan.
“Ada apa ini, berkas dihilangkan dan penanganan kasus seharusnya di Unit Pidum tapi malah ditangani Unit PPA yang Lex Specialis? Logika hukumnya dimana ini? Saya akan buka satu per satu keanehan penanganan kasus ini. Padahal sejak awal kami meminta pada Kapolres Jombang dan Kasatreskrim untuk men-disposisi penanganan kasus ini ke Unit Pidum. Bukan malah ditangani Unit PPA,” ketus Beny.
Masih kata Beny, keanehan lainnya dalam penanganan kasus tersebut, selama ini Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) penyidik tidak pernah sekali pun bisa menghadirkan kedua terlapor pelaku terduga tindak pidana penipuan dan penggelapan. Padahal kasus tersebut sudah berjalan sejak Februari hingga September 2023. Ironisnya, Kanit PPA Ipda Satria Ramadhan sudah mengakui sudah memanggil berkali-kali kedua terlapor tapi selalu gagal.
“Kalau selalu gagal menghadirkan terlapor lebih dari 3 kali. Kenapa Penyidik diam saja? Kenapa para Terlapor tidak dipaksa hadir? Atau dengan kata lain, kenapa status penyelidikannya tidak dinaikkan ke tahap Penyidikan, mengingat Terlapor tidak kooperatif? Masa penyidik atau intitusi Polres Jombang dilecehkan terlapor dengan selalu mangkir, Penyidik hanya diam saja? Atau memang ada dugaan pembiaran kasus ini jalan di tempat? Wajar kalau sekarang masyarakat Jombang ramai-ramai membuat tagar, #percumalaporpolisi,” tegas Beny sambil menunjukkan segepok SP2HP yang berisi pemanggilan terlapor.
Beny mengungkapkan, para terlapor mangkir dari panggilan kepolisian dapat digolongkan sebagai tindak pidana. Panggilan dari kepolisian merupakan bagian dari proses hukum yang bertujuan untuk menggali keterangan atau informasi atas suatu peristiwa pidana yang dilaporkan.
Informasi atau keterangan dari para terlapor, lanjut Beny, seharusnya menjadi dasar bagi penyidik yang akan mendalami sebuah perkara pidana. Penjelasan hukum mengenai hal ini, lanjut Beny, tertuang dalam Pasal 1 ayat (26) KUHAP.
Lantaran memiliki dasar hukum, imbuh Beny, maka akibat hukum mangkirnya terlapor dari panggilan kepolisian akan ada risiko hukumnya. Bukannya Penyidik Unit PPA malah diam setelah berkali-kali surat panggilan diabaikan terlapor. Pemanggilan terlapor akan membuat konstruksi hukumnya terang benderang.
“Bagaimana mungkin penyidik Unit PPA bisa menyimpulkan, jika yang diperiksa cuma pelapor dan saksi-saksi dari pelapor,” lontar Beny.
Sementara itu, terkait dugaan penghilangan berkas laporan kliennya, Beny mengaku sudah melaporkan kasusnya ke pihak Propam Polda Jatim dan berencana dalam wakru dekat akan segera melaporkan dugaan pelemahan kasus tipu gelap tersebut ke Kadiv Propam Mabes Polri.
“Tapi saya tunggu niat baik Propam dan Wassidik Polres Jombang yang sudah mendapatkan disposisi penanganan dari Polda Jatim,” tegas Beny.
Terpisah, daat dikonfirmasi terkait hilangnya berkas laporan polisi tersebut, Kasatreskrim Polres Jombang AKP Aldo Febrianto saat ditemui di ruang kerjanya mempersilahkan korban untuk melaporkan dugaan penghilangan berkas laporan ke Propam Polda Jatim.
“Silahkan laporkan anak buah saya kalau tidak sesuai prosedur. Apalagi penghilangan berkas itu kan sebelum saya menjabat bulan Februari 2023 lalu di Polres Jombang,” kata mantan Kasat Reskrim Polres Manggarai Polda NTT ini.
Sementara itu masih di ruang Kasat Reskrim, Kanit PPA Polres Jombang Ipda Satria Ramadhan mengaku soal berkas hilang dia tidak tahu menahu. Karena dia dimutasi menjadi Kanit PPA saat bulan Januari 2023.
“Saat saya menjabat Kanit PPA saya hanya menerima tugas dari Kasatreskrim yang lama AKP Giadi. Namun kami akui sulit menghadirkan para Terlapor,” pungkas Perwira Pertama asal Pacitan ini tanpa merinci alasan ketidakmampuannya menghadirkan terlapor ibu dan anak asal Nganjuk tersebut.(Tim/Jit)













